Kadang jenuh juga. Kadang kesal juga, kenapa para calon Kepala Daerah terlalu banyak mengumbar janji untuk bangun ini, bangun itu, gratiskan ini, gratiskan itu, tebar beasiswa sana sini, bantuan untuk RW, RT, Desa dan lain sebagainya.
Apakah itu bagus? Bagus.
Apakah itu tepat? Belum tentu.
Tapi apakah para calon pemimpin kita itu mampu merealisasikanya? Atau hanya lip service, sekedar pelepas tanya masyarakat. Karena terlalu mudah menebar janji yang notabe ‘uang keluar’ bagi APBD kita yang kian terbatas.
Memang sih, masyarakat juga ngga mau tau apakah APBD Riau cukup lima tahun kedepan untuk merealisasikan keinginan mereka. Yang penting kehendak mereka di iyakan aja dulu, disanggupi aja dulu. Masyarakat kayaknya hanya mau dengerin itu deh. Ya ga sih?
Tapi, btw kita sebagai masyarakat terdidik, yang bisa berpikir kritis dan realistis, juga ingin mendengar apakah mampu APBD kita untuk mengarungi pembangunan daerah lima tahun kedepan? Kalau tidak, bagaimana menelurkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru?
Sejatinya, para calon pemimpin daerah perlu menyampaikan idenya tentang bagaimana mendatangkan PAD baru dari sektor produktif, tak melulu menerima PAD ritinitas yang sudah berjalan sekarang. PAD yang sudah berjalan hari ini, hannya tinggal ditransformasi lewat digital agar income yang diterima daerah optimal.
Sudah selayaknya berpikir untuk mencapai kemandirian fiskal daerah. Riau harus mandiri secara fiskal. Dan bahkan, kalau bisa memiliki dana abadi. Tentu pekerjaan rumah yang berat, tapi bukan tidak bisa.
Saatnya berpikir strategis dari sekarang, minyak mentah sawit atau CPO yang dihasilkan di Bumi Melayu ini bagaimana cara mengoptimalkanya. Kearah mana CPO ini akan kita bangun? Apakah Riau realistis membangun produk jadi turunan CPO? Kalau iya, bagaimana strateginya? Toh, pelabuhan peti kemas aja Riau belum punya.
Atau, jangan-jangan membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit hanya mimpi di siang bolong?
Akan sulit menghadirkan industri produk turunan minyak sawit di Riau, jika terlalu kasar menyebutnya mustahil. Kenapa? Karena tidak menguntungkan bagi pengusaha. Bagi pengusaha, jika menguntungkan pasti mereka akan bangun pabrik-pabrik tersebut di Dumai sana. Kenyataanya kan tidak.
Karena membangun industri produk jadi minyak sawit butuh banyak usaha penunjangnya, yang sepertinya mereka lebih memilih membangun industri tersebut di daerah lain, bukan di Riau.
Lantas, Riau harus ngapain kedepanya di CPO ini?
Harusnya dari sekarang Riau harus mengambil peran sebagai daerah yang mampu mengolah minyak sawit menjadi bahan setengah jadi, baik itu biodisel atau bahan bakar pesawat; Avtur. Dari sekarang Riau harus mulai menyiapkan SDM nya jika itu memang targetnya. Harus mulai menyiapkan sekolah kejuruan dan politekniknya dari sekarang.
Karena suatu saat, kita ingin melihat Riau menjadi daerah dengan industri penghasil biodisel dan avtur terkemuka di Indonesia. Mungkin juga dunia.